Sunday 30 November 2014

Bungin, Terpojok

Dusun ini terletak di daerah paling pinggir kecamatan Pakisjaya. Kecamatan Ini memiliki cakupan daerah yang cukup luas wilayah kerjanya. Termasuk dusun satu ini yang masih termasuk Desa Tanjung Pakis. Akses menuju ke dusun ini bisa ditempuh dua cara, dengan kurang lebih kondisi jalan seperti dibawah ini.


Yap, kami berbagi jalan dengan para kambing ataupun ternak lainnya yang melintas. Setidaknya jalan ini sudah diratakan meskipun kadang masih terdapat bolong kecil disana sini. Berbatasan dengan sungai Citarum yang diseberangnya terdapat kabupaten Bekasi, kami melihat langsung perbedaannya. Bekasi yang tergolong lebih matang baik dalam perencanaan dan eksekusinya, contohnya tentang akses jalan, memang berbeda dengan Karawang. Pun rumah-rumah yang dibatasi oleh sungai Citarum di kedua kabupaten juga terlihat mencolok perbedaannya, yang modern dan yang "ndeso". Memang, perhatian kedua pemerintahan kabupaten tidaklah sama untuk daerah paling pinggir mereka ini.

Setelah memasuki dusun ini, tipikal rumah yang akan terlihat akan terlihat di gambar dibawah ini



Masalah pelayanan kesehatan? 
Tentunya cukup banyak. Pertama, dikarenakan akses yang cukup sulit mereka tak jarang menunda pergi ke puskesmas untuk berobat, satu-satunya harapan hanyalah bidan yang ada di dusun sebelah. Kedua, kebanyakan dari penduduk dusun ini berpendidikan rendah yang berprofesi sebagai nelayan, sehingga tidak jarang mereka kurang mengerti pentingnya kesehatan. Meskipun sering diadakan posyandu, sering balita cakupan tidak hadir seluruhnya. Namun melihat partisipasi aktif kadernya, kami pun optimis keadaan ini masih bisa berubah. Ditambah lagi dengan suasana kekeluargaan yang kental dan menyenangkan di dusun Bungin ini, benar-benar meskipun di pojokan kecamatan Pakisjaya, mereka tidak merasa 'terpojok'.

Kami acungi jempol untuk perangkat desa disini. Mereka sangat antusias dan berpartisipasi aktif dalam menyambut program yang diusulkan oleh Pencerah Nusantara. Sehingga, sejak angkatan pertama, desa Tanjung Pakis ini bisa dibilang merupakan desa binaan kami agar nantinya menjadi percontohan bagi desa lain di Pakisjaya. Banyak program yang dilakukan disini, khususnya program STBM. Juga menyangkut pelayanan kesehatan, contohnya dengan pembinaan kader dan juga pelayanan tentang kespro yang direncanakan menyasar satu daerah di desa ini. Semoga ke depannya, dusun-dusun yang ada di desa ini, bisa berkembang lagi ke arah yang lebih baik terutama tentang pelayanan kesehatan dan pemberdayaan masyarakatnya.

Ya, demi ekspresi wajah dibawah inilah yang akan selalu ditemui


Ceria :)







@pawingg

Sunday 16 November 2014

Jingga Citarum



Senja di sore ini perlahan membaurkan biasan langit yang memacarkan pantulan diatas air yang tak beriak di sungai ini. Pandangan lepas yang tak dapat ku hindari dari ketenangan arus air yang perlahan membuatku berpikir seberapa kedalaman sungai ini. Akupun menuruni tanggul hingga aku benar-benar berdiri di tepian sungai.

Pertama kali aku berdiri di tepi sungai Citarum ini, sungai yang menjadi pembatas antara Karawang – Bekasi ini membentang di tanah Pakisjaya yang aku pijak saat ini.
Masyarakat kecamatan Batujaya dan Pakisjaya memanfaatkan sungai Citarum dengan membuat eretan-eretan, yaitu semacam perahu kecil yang menjadi alat penyeberangan masyarakat Batujaya dan Pakisjaya ke Bekasi. Sebab akses ke perkotaan untu memenuhi kebutuhan logistik lebih dekat ke Cikarang Bekasi daripada ke Kota Karawang sendiri. Banyaknya eretan sepanjang sungai Citarum menambah nuansa khas dari sungai batas Karawang – Bekasi ini.
Sejauh ini aku datang ke daerah ini, dengan jalanan yang hanya sebagian beraspal di beberapa desa saja. Meski masih banyak masyarakat yang mandi ataupun mencuci di sungai irigasi, namun tak sampai aku meilaht sampah terhanyut di sungai ini. Air yang masih bersih dan bening hingga memancarkan bauran-bauran dan pantulan-pantulan bayangan layaknya cermin ciptaan Sang Maha Kuasa.


Kerikil yang masih tajam diujung daratan padas yang kuat menahan beban tubuhku yang masih berdiri di ujung tepian sungai ini. Tanggul yang dimana tempat aku berdiri saat ini cukup landai hingga aku bsa menyentuh dinginnya air sungai Citarum. Sejenak aku berdiri dengan memejamkan mata. Aku mulai merasakan arah angin yang berhembus menggerakkan ujung jilbabku.
Pikiranku mulai menerawang lepas ke masa lalu, bagaimana ketika sungai ini menjadi saksi perlawanan masyarakat Karawang dan Bekasi terhadap pasukan Belanda. Sungai batasan Karawang yang diusung dalam sejarah yang diabadikan dalam peristiwa Rengasdengklok kini ada di ujung pandanganku.
Sungai Citarum bermuara di desa Tanjung Pakis, salah satu desa yang masih menjadi bagian dari Kecamatan Pakisjaya. Muara sungai ini memang tak seindah dari apa yang aku pijak saat ini. Sebab daerah yang dikenal dengan tanah pakis ini, memang sarat dengan masalah lingkungan. bahkan diujung muara sungai ini telah menimbulkan abrasi di dusun Bungin, desa Tanjung Pakis.



Angin semakin semilir dengan matahari yang semakin merendah hingga memberikan pancaran warna jingga di riak air sungai Citarum. Beberapa temanku mulai turn dari tanggul dan ikut berdiri di tepian padas sungai ini.
Cermin air yang tampak sangat tenang, menggoda kami untuk bermain melemparkan batu. Kerikil di sekitar kaki kami satu persatu kami lemparkan dengan beberap trik yang diajarkan sahabat kami Mustaf. Bagaimana melemparkan batu dengan hanya menyentuh beberapa permukaan air sebelum ia tenggelam ke dalam air. Permainan ini membuatku sangat tertarik, begitu juga dengan Uni Fitri dan Mbak Dian. Kami pun tertawa bersama, saling menertawakan, saling memuji, dan bahkan saling mengejek hasil dari lemparan batu.

Citarum, bening air yang masih terjaga ini semoga akan selalu tetap memnatulkan bayangan-bayangan masa depan. Tak hanya kisah masa lalumu yang akan diingat, ataupun fungsimu yang hanya sebagai pembatas antara Karawang Baekasi. Lemparan batu kami yang tenggelam di badanmu, terselip doa dan harapan kami. Semoga kami mampu memberikan pengabdian terbaik di tanah Pakisjaya ini.
Aku sadar betapa beruntungnya mengenal lebih dekat bagaimana wangi angin yang berhembus disetiap alunan arus sungai ini. Helaian tenun rok-ku mulai tersibak dengan angin yang semakin kencang. Lalu aku menoleh kearah barat muara sungai ini dan subhanallah….
Tiada penciptaan yang lebih indah dari biasan jingga senja yang seolah tertelan aliran air di ujung muara…


Kami akan terus mengingat moment berharga ini, senyum yang saat ini terpancar akan tetap merekah mengiringi langkah kami menggapai masa depan kami esok hari. Kami yakin tulisan kecil ini akan mengingatkan kami pada bagaimana tanah Pakisjaya mengajari kami banyak hal dan mendewasakan kami.


Qoriah.

Monday 3 November 2014

Hamparan Empang

Semangat pagi? INDONESIA!!!

Karawang pagi ini, hari Senin tertanggal 13 Oktober. Pagi-pagi kita di rumah sudah sibuk bersiap-siap untuk berangkat ke Posyandu Telaga Jaya. Tepatnya di pos berapa juga aku belum tahu, jadi ikut arahan dari Fitri selaku koordinator bidang kesehatan ibu dan anak. 

Seperti biasa, karena posyandu dimulai pukul 08.00, berangkat lah kami 30 menit sebelumnya. Sampai disana, kami melakukan pembagian tugas untuk mengoptimalkan pelaksanaan. Namun setelah 1jam berjalan dan kami masih akan berlanjut ke posyandu selanjutnya, aku, Dila dan Happy dipanggil ke puskesmas untuk bertemu dengan koordinator pelaksana pustu untuk perencanaan pelaksanaan poskesdes. Dan berangkatlah kami bertiga dengan si kuning kesayangan. Dari sini cerita itu dimulai, eng ing eng...

Akses memasuki Telaga Jaya ada 2 setahuku yang sudah diajarkan oleh PN 2, melewati jalan raya dekat dengan Telaga Buyung atau jalan sawah yang tembus dari Solokan. Ceritanya, tadi kami sudah masuk melewati dekat jalan yang dekat dengan Teluk Buyung, maunya nyoba ke jalan yang tembus ke Solokan. Dan berangkatlah kami sambil sedikit ngebut karena panasnya Pakisjaya yang super! 
Sampai di pertengahan, ternyata jalannya dicor! Oh my, lewat mana lagi nih?

Setelah 2x putar balik cari jalan, nanya bapak sini, nanya ibu situ, sampai tanya ke pns berbaju linmas hijau-hijau (secara hari itu hari senin, wajar lah ya), disarankan lah kami untuk cari jalan tembus deket sd di arah wagir. Modal nekat, berangkatlah kami. Dan ternyata ini yang kami temukan.
Awalnya kami ketemu para petani yang lagi memanen sawah


Namun setelah beberapa saat kami jalan terus lurus setelah petunjuk beberapa petani yang mengarahkan jaln, kita mulai bertanya-tanya, kok ini kita di tengahtengah empang semua? Kemana ini jalan keluarnya? Kok petunjuk-petunjuk yang dibilang orang-orang tadi ga ketemu ya? Malah semakin lama, semakin sempit jalannya yang kita lalui.. 


Setelah nyoba kesana dan kemari, melewati empang sana dan empang sini.. Akhirnya kami ketemu jalan yang agak besar dibandingkan yang tadi, seperti yang di belakang Dila di foto bawah ini


Dan bisa dibayangkan kan ya, bagaimana status kesehatan para warga sekitaran sini? Tentang pengetahuan kesehatannya, tentang dimana fasilitas kesehatan yang bisa dijangkau sewaktu-waktu bila ada kondisi gawat atau darurat, juga tentang kesehatan dasarnya sehari-hari, bagaimana?
Semoga sisa 11 bulan ke depan, pencerah nusantara benar-benar bisa memberikan manfaat untuk orang-orang sekitar kami. 

Aamiin.






 @pawingg
 pawing@facebook.com

Satu Mimpi, Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Primer Lebih Baik

“Untuk menjadikan yang tidak ada menjadi ada itu mudah, untuk meningkatkan dan mempertahankan yang kini sudah ada itu jauh lebih sulit.”

            Kalimat itu disampaikan Ibu Diah Saminarsih ketika Training sebelum keberangkatan bulan Agustus lalu. ini berkaitan dengan tugas kami sebagai Pencerah Nusantara angkatan ke-tiga yang diharapkan bisa meninggalkan program-program yang akan terus bisa ditingkatkan dan dilanjutkan oleh para petugas kesehatan di tatanan kesehatan primer yaitu Puskesmas. sehingga saat satu tahun yang akan datang kami bisa meninggalkan daerah penempatan dengan elegan, dengan catatan keberlanjutan program-program akan dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan tersebut. untuk itu sebelum keberangkatan, kami ditempa dengan berbagai materi terkait bidang keilmuan kami yang tiap tim terdiri dari dokter, perawat, bidan dan dua orang pemerhati kesehatan.

Training sebelum keberangkatan itu telah berlalu, dan kini kami telah melalui waktu satu bulan lebih di daerah penempatan di Karawang. Hari itu Selasa, 16 September 2014 kami Tim Karawang yang terdiri dari dr. Dianing Latifah seorang dokter sekaligus team leader, Mustafidz seorang perawat, Fitri Yanti seorang bidan dan Farahdilla Lailatul Qori’ah dan Happy Ari Satyani sebagai pemerhati Kesehatan Masyarakat dilepas dari lokasi training di Museum Listrik dan Energi Baru, TMII. Saat tim lain masih memanfaatkan waktu mereka untuk menyiapkan keperluan-keperluan menuju daerah penempatan, kami yang lokasi penempatannya paling dekat berangkat lebih dahulu.



Tidak ada perbedaan pemandangan selama perjalanan Jakarta-Karawang, kecuali setelah keluar tol Karawang Barat. Kami melewati aliran sungai yang tak putus-putus dan jalan yang mulai bergoyang. Dan kondisi itu tetap sama hingga kami tiba di lokasi penempatan, Kecamatan Pakis Jaya. Hanya sedikit yang berbeda, semakin menjauh dari Jakarta, sepanjang aliran sungai semakin banyak helikopter di pinggirannya. Kami tiba di Pakis Jaya saat menjelang maghrib, saat kami baru saja terbangun menghadapi kenyataan itu. sore itu kami disambut dengan sukacita oleh PN 2 yang akan segera berakhir masa tugasnya.

Keesokan harinya kami juga segera disambut oleh kegiatan yang dilaksanakan tiga hari berturut-turut, Pelatihan kader Pendamping Makanan Bayi dan Anak (PMBA). Pelathan itu dilaksanakan di desa binaan, Desa Tanjung Pakis, dengan peserta para kader posyandu. Tanjung Pakis adalah sebuah desa di wilayah pesisir Pakis Jaya. Cukup excited dengan kegiatan pelatihan itu yang sekaligus bisa berkenalan dengan para kader. Melalui kegiatan pertama itu juga, kesan pertama yang tampak para kader Posyandu disana sudah aktif. Itu juga membuat kami optimis dengan tujuan kami datang ke daerah ini, yaitu memandirikan masyarakat terkait program kesehatan.

Selama dua minggu kami bersama PN 2 melakukan Handover kegiatan. Selama dua minggu itu kami berkenalan dengan para stakeholder antara lain Dinas Kesehatan, BPLH (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup), UPTD untuk kegiatan yang melibatkan sekolah, berkenalan dengan beberapa perangkat desa yang ada melalui minggon desa dan tidak lupa seluruh team kerja Puskesmas tempat kami bertugas.  Selain itu kami juga berkenalan dengan para Pokja (Kelompok Kerja) dari program-program yang telah dibentuk dan akan kami lanjutkan dan juga berkenalan dengan para kader Posyandu.

Setelah masa handover itu, sudah banyak yang kami lalui di sini. Selain kami mulai membuat perencanaan untuk program kerja kami selama satu tahun kedepan, kami juga tetap melakukan pelayanan dan terus melakukan follow up untuk program yang membutuhkan keberlanjutan. Kami turut berpartisipasi untuk kegiatan pelayanan di dalam dan di luar gedung untuk mengenali permasalahan-permasalahan program di lapangan. Kami mengikuti kegiatan Posyandu di beberapa dusun untuk mengevaluasi kembali cara kerja di posyandu-posyandu itu, mengikuti kelas ibu hamil di delapan desa yang ada, follow  up kegiatan STBM untuk program Stop BABS, melakukan pelayanan Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) untuk desa yang cukup jauh aksesnya terhadap pelayanan kesehatan, selain itu kami juga mengunjungi bayi Gizi Buruk, ibu hamil Risiko Tinggi (Risti) dan melakukan otopsi verbal untuk kasus kematian bayi di salah satu desa. Di luar itu kami berdiskusi banyak terkait program-program kesehatan dengan para pemegang kepentingan yang ada.


Dari kegiatan-kegiatan tersebut kami mulai bisa memilah siapa-siapa saja sumber kekuatan dan orang-orang yang perlu didorong untuk mencapai tujuan-tujuan program di layanan kesehatan Primer. kami juga mulai menelaah sumber-sumber yang akan bisa kami manfaatkan untuk membantu kinerja program-program tersebut. meskipun tidak dapat kami pungkiri bahwa kami juga bertemu sumber-sumber hambatan yang bisa kapan saja mematahkan semangat kami. Melalui proses ini kami hanya berharap mimpi yang telah kami bangun akan tetap sama selama satu tahun kedepan. Mimpi meningkatkan dan mempertahankan kondisi yang sudah ada ini untuk pelayanan kesehatan primer yang lebih baik. 




Karawang, 02 November 2014
Happy Ari Satyani