Hari 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan nasional di
Indonesia. Tepat di tahun 1908 para pemuda Indonesia mencetuskan kebangkitan
Indonesia yang saat itu sedang terpuruk dijajah oleh Negeri Kincir Angin.
Bersamaan dengan hari kebangkitan nasional, IDI (ikatan Dokter Indonesia) juga
menetapkan tanggal tersebut sebagai hari
Bakti Dokter Indonesia. Bermacam cara dokter dan tenaga kesehatan lain
memeperbaiki sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Memang, dari tahun ke
tahun terlihat beberapa perubahan yang terjadi baik di bidang sistem maupun
regulasi yang berkaitan dengan kesehatan. Namun, apakah kesehatan Indonesia dapat
dikatakan bangkit dari keterpurukannya?
3D : Dulur, Duit, Dukun
Saya tengah
berbincang dengan para guru di salah satu SD di kecamatan Pakisjaya saat itu.
Beliau-beliau sedang mengeluhkan tentang bagaimana rekruitmen PNS (Pegawai
Negeri Sipil) yang selalu diwarnai dengan hal-hal diatas. “Ya nggak gimana lho dok, memang yang berlaku di dunia pemerintahan kita
ini ya 3D, dulur, duit, terakhir dukun. Enak kalo punya saudara, tinggal minta
tolong. Yang kaya punya duit bisa kasi aja uang. Yang nggak punya kayak orang-orang
sini yang terakhir ya pake dukun, hahaha”, cerita salah satu guru.
Yap, miris
memang. Dari jaman bapak pembangunan, memang kental unsur KKN di dunia
pemerintahan kita. Setiap orang di Indonesia pasti pernah mengetahui atau
bahkan melakukan langsung salah satunya. Dan hal tersebut tidak luput di bidang
kesehatan. Tak jarang, beberapa TS saya sering mengeluhkan bahwa di kota besar
di Jawa ini susah untuk menjadi pegawain negeri. Salah satu cara untuk bisa
menjadi pegawai negeri adalah mau ditempatkan di daerah luar pulau Jawa, bahkan
DTPK. Kembali pada masing-masing, apa tujuan untuk menjadi pegawai negeri. Darisitu lah berbagai usaha yang dilancarkan
oleh TS saya pun bermacam-macam, baik jalan lurus ataupun berkelok-kelok.
Selain tenaga dokter, saya pun baru mengetahui, tenaga kesehatan lainnya pun
tak luput dari praktek semacam ini. Sayangnya, hal tersebut justru dilancarkan
oleh beberapa pemangku kekuasaan di
dinas setempat. Hal ini berlaku di hampir semua daerah di Indonesia. Dan
akhirnya, fokus optimalisasi pelayanan kesehatan yang harusnya dilaksanakan
oleh para tenaga kesehatan, bergeser menjadi pencarian harta sebanyak-banyaknya
lewat status pegawai negeri.
Sistem Asuransi Kesehatan Ribet, Njelimet?
Banyak
pasien yang mengeluhkan pada saya tentang rumitnya sistem asuransi kesehatan
kita yaitu BPJS. Tentang pendaftarannya, tentang klaimnya, dan tentang sistem
pembayarannya. Sering saya temui di PKM Pakisjaya, 1 atau 2 kasus tentang
lambatnya proses klaim BPJS yang akhirnya berakibat penundaan pengobatan si
pasien. Atau tak jarang bila saya sedang melakukan kunjungan rumah ke salah
satu pasien, saat itu saya menemui seorang tua dengan kasus fraktur tibia kanan terbuka yang tidak mau
dilakukan rujukan ke rumah sakit terdekat,
keluarganya langsung menolak rujukan saya dengan alasan tidak ada biaya
dan ketika saya sarankan untuk ikut program BPJS mereka menolak dengan alasan “BPJS katanya susah dok ngeklaimnya”.
Saya berpikir, dimana letak permasalahan susahnya sampai mereka sama sekali
tidak ingin mengikuti program ini?
Memang,
program BPJS banyak dikatakan para ahli belum matang betul untuk diterapkan di
Indonesia. Selain pengetahuan masyarakat yang kurang, manajemen pelayanan
kesehatan kita belum benar-benar terintegrasi di satu bidang dengan bidang
lainnya. Padahal, melihat sistem asuransi di negara barat benar-benar terdapat
keuntungan besar bagi para pemiliknya, mulai dari kesehatan hingga
finansial. Namun, selama 1 tahun 5 bulan
perjalanan BPJS, terlihat beberapa peningkatan sana-sini. Pelan tapi pasti,
sistem BPJS ini berkembang sesuai dengan keinginan para masyarakatnya yang
menggunakan.
Kebangkitan nasional itu
harus dimulai dari diri sendiri. Tidak hanya diam menunggu atau berpangku
tangan, saat ini masyarakat sudah seharusnya ‘menjemput bola’. Di bidang
apapun. Dan kebangkitan pelayanan kesehatan paling baik menurut saya adalah
dengan menggiatkan kegiatan promotif dan preventif dibandingkan kegiatan kuratif, sembari memperbaiki sistem pelayanan kesehatan dan
regulasi di dalamnya. Bangkit, bangkit!
“The biggest public health challenge is to rebuilding health systems”, -
Paul Farmer
dr. Dianing Latifah
Pencerah Nusantara 3
Pakisjaya, Karawang