Saturday 30 May 2015

MEMAKNAI KEBANGKITAN NASIONAL UNTUK KESEHATAN INDONESIA

Hari 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan nasional di Indonesia. Tepat di tahun 1908 para pemuda Indonesia mencetuskan kebangkitan Indonesia yang saat itu sedang terpuruk dijajah oleh Negeri Kincir Angin. Bersamaan dengan hari kebangkitan nasional, IDI (ikatan Dokter Indonesia) juga menetapkan tanggal tersebut sebagai hari Bakti Dokter Indonesia. Bermacam cara dokter dan tenaga kesehatan lain memeperbaiki sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Memang, dari tahun ke tahun terlihat beberapa perubahan yang terjadi baik di bidang sistem maupun regulasi yang berkaitan dengan kesehatan. Namun, apakah kesehatan Indonesia dapat dikatakan bangkit dari keterpurukannya?

3D : Dulur, Duit, Dukun
Saya tengah berbincang dengan para guru di salah satu SD di kecamatan Pakisjaya saat itu. Beliau-beliau sedang mengeluhkan tentang bagaimana rekruitmen PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang selalu diwarnai dengan hal-hal diatas. “Ya nggak gimana lho dok, memang yang berlaku di dunia pemerintahan kita ini ya 3D, dulur, duit, terakhir dukun. Enak kalo punya saudara, tinggal minta tolong. Yang kaya punya duit bisa kasi aja uang. Yang nggak punya kayak orang-orang sini yang terakhir ya pake dukun, hahaha”, cerita salah satu guru.
Yap, miris memang. Dari jaman bapak pembangunan, memang kental unsur KKN di dunia pemerintahan kita. Setiap orang di Indonesia pasti pernah mengetahui atau bahkan melakukan langsung salah satunya. Dan hal tersebut tidak luput di bidang kesehatan. Tak jarang, beberapa TS saya sering mengeluhkan bahwa di kota besar di Jawa ini susah untuk menjadi pegawain negeri. Salah satu cara untuk bisa menjadi pegawai negeri adalah mau ditempatkan di daerah luar pulau Jawa, bahkan DTPK. Kembali pada masing-masing, apa tujuan untuk menjadi pegawai negeri.  Darisitu lah berbagai usaha yang dilancarkan oleh TS saya pun bermacam-macam, baik jalan lurus ataupun berkelok-kelok. Selain tenaga dokter, saya pun baru mengetahui, tenaga kesehatan lainnya pun tak luput dari praktek semacam ini.  Sayangnya, hal tersebut justru dilancarkan oleh beberapa pemangku  kekuasaan di dinas setempat. Hal ini berlaku di hampir semua daerah di Indonesia. Dan akhirnya, fokus optimalisasi pelayanan kesehatan yang harusnya dilaksanakan oleh para tenaga kesehatan, bergeser menjadi pencarian harta sebanyak-banyaknya lewat status pegawai negeri.

Sistem Asuransi Kesehatan Ribet, Njelimet?
Banyak pasien yang mengeluhkan pada saya tentang rumitnya sistem asuransi kesehatan kita yaitu BPJS. Tentang pendaftarannya, tentang klaimnya, dan tentang sistem pembayarannya. Sering saya temui di PKM Pakisjaya, 1 atau 2 kasus tentang lambatnya proses klaim BPJS yang akhirnya berakibat penundaan pengobatan si pasien. Atau tak jarang bila saya sedang melakukan kunjungan rumah ke salah satu pasien, saat itu saya menemui seorang tua dengan kasus  fraktur tibia kanan terbuka yang tidak mau dilakukan rujukan ke rumah sakit terdekat,  keluarganya langsung menolak rujukan saya dengan alasan tidak ada biaya dan ketika saya sarankan untuk ikut program BPJS mereka menolak dengan alasan “BPJS katanya susah dok ngeklaimnya”. Saya berpikir, dimana letak permasalahan susahnya sampai mereka sama sekali tidak ingin mengikuti program ini?
Memang, program BPJS banyak dikatakan para ahli belum matang betul untuk diterapkan di Indonesia. Selain pengetahuan masyarakat yang kurang, manajemen pelayanan kesehatan kita belum benar-benar terintegrasi di satu bidang dengan bidang lainnya. Padahal, melihat sistem asuransi di negara barat benar-benar terdapat keuntungan besar bagi para pemiliknya, mulai dari kesehatan hingga finansial.  Namun, selama 1 tahun 5 bulan perjalanan BPJS, terlihat beberapa peningkatan sana-sini. Pelan tapi pasti, sistem BPJS ini berkembang sesuai dengan keinginan para masyarakatnya yang menggunakan.

Kebangkitan nasional itu harus dimulai dari diri sendiri. Tidak hanya diam menunggu atau berpangku tangan, saat ini masyarakat sudah seharusnya ‘menjemput bola’. Di bidang apapun. Dan kebangkitan pelayanan kesehatan paling baik menurut saya adalah dengan menggiatkan kegiatan promotif dan preventif  dibandingkan kegiatan kuratif, sembari  memperbaiki sistem pelayanan kesehatan dan regulasi di dalamnya. Bangkit, bangkit!

The biggest public health challenge is to rebuilding health systems”, - Paul Farmer



dr. Dianing Latifah
Pencerah Nusantara 3 Pakisjaya, Karawang

0 komentar:

Post a Comment