Minggu kedua di bulan Oktober,
Kami memulai tugas yang baru sebagai
kelompok Pencerah Nusantara Karawang menggantikan Pencerah Nusantara angkatan
ke-2 yang kemarin telah kembali ke Jakarta.
Hari
pertama di Puskesmas Pakisjaya, kami harus mulai menyesuaikan diri sendiri terhadap orang-orang
Puskesmas untuk membina silaturahmi yang baik dengan para dokter, bidan,
perawat, dan beberapa staf lainnya termasuk pasien yang datang ke Puskesmas.
Saat itu saya mengunjungi ruang KIA tempat bidan Fitri bertugas, sebenarnya saya
bertugas di bagian pelayanan administrasi pasien BP/Umum, hanya saja saat itu
adalah bukan hari Jumat sehingga kunjungan pasien tidak ramai.
Seorang
ibu muda yang kira-kira berusia masih dibawah 20 tahun menggendong seorang bayi
yang masih berusia sekitar 3 bulan. Bayi kecil yang digendong dengan jarik
tersebut menangis terus sejak dia baru datang ke Puskesmas.
Awalnya biasa saja melihat pasien bayi yang terus menangis. Namun saat sampai di
ruang KIA, ibu muda tersebut membuka gendongan dan mengatakan masalah yang
terjadi pada si bayi. Benar-benar mengejutkan, seluruh tubuh bayi kecil
yang ternyata masih berusia 2 bulan tersebut dipenuhi dengan koreng. Bidan yang
saat itu melakukan pelayanan, bersikap biasa saja seolah itu hal yang lumrah terjadi.
Pada
akhirnya bidan merujuk ke ruang BP/Umum untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut. Dokter Dianing yang saat itu berjaga juga sempat terkejut melihat kasus yang tak biasa ini. Saya mulai berpikir kritis untuk menganalisa apa yang
terjadi di lingkungan keluarga bayi.
Berdasarkan keterangan si ibu bahwa ia
selalu memandikan bayinya dua kali sehari setiap hari, begitu juga dengan
riwayat kelahiran yang normal. Masalah kulit yang dialami putranya sudah
sekitar dua mingg yang lalu. Awalnya hanya dikira sebagai bentuk biang keringat
biasa, namun semakin lama semakin meluas dan akhirnya menjalar ke seluruh
tubuh. Riwayat alergi makanan memang seharusnya tidak terjadi pada bayi yang
masih berumur 2 bulan, sebab imunitasnya masih belum terlalu hipersensitif
sehingga tidak mungkin terjadi riwayat alergi.
Pada
akhirnya kami menyimpulkan bahwa kontaminasi bakteri terhadap air yang
digunakan sanitasi keluarga bayi tersebut yang menjadi penyebab masalah penyakit pada bayi yang kulitnya masih sangat sensitif.
Menurut
ibu bayi, memang dia menggunakan aliran air empang untuk mandi, mencuci, dan
aktivitas sehari-hari. Membayangkannya saja saya samasekali tidak terpikir,
belum selesai masalah mandi di sungai irigasi, sekarang malah dihadapkan dengan
kasus sanitasi di empang. Bagaimana mungkin memandikan bayi dengan aliran air
empang?
Sejenak pikiran saya mulai terbuka pada banyak
hal, mencoba menelusuri penyebab kejadian yang sangat memprihatinkan tersebut.
Sebelum PN 1 datang ke daerah ini, hampir semua warga kecamatan Pakisjaya memiliki
kebiasaan untuk MCK di sepanjang aliran sungai irigasi. Tidak
sedikit masyarakat yang mengalami masalah kesehatan kulit, namun tidak sedikit
juga masyarakat yang baik-baik saja dengan kata lain mereka malah merasa lebih
nyaman dan tidak mengalami masalah
kesehatan apapun mandi di sungai.
Memang benar bahwa sanitasi mampu mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Kebiasaan yang tidak hygiene menyebabkan banyaknya kasus penyakit yang sulit ditemui di daerah kampung halaman saya, namun malah justru menjadi hal biasa saja di daerah ini. Beberapa penyakit yang disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap hygiene dan sanitasi, masih tinggi di daerah ini seperti; Tuberculosis, Filariasis, Demam Berdarah, dan berbagai penyakit kulit lainnya. Salah satunya adalah koreng.
(red: farah)
0 komentar:
Post a Comment