Wednesday 25 March 2015

KORENG

Minggu kedua di bulan Oktober,

Kami memulai tugas yang baru sebagai kelompok Pencerah Nusantara Karawang menggantikan Pencerah Nusantara angkatan ke-2 yang kemarin telah kembali ke Jakarta.

Hari pertama di Puskesmas Pakisjaya, kami harus mulai menyesuaikan diri sendiri terhadap orang-orang Puskesmas untuk membina silaturahmi yang baik dengan para dokter, bidan, perawat, dan beberapa staf lainnya termasuk pasien yang datang ke Puskesmas.

Saat itu saya mengunjungi ruang KIA tempat bidan Fitri bertugas, sebenarnya saya bertugas di bagian pelayanan administrasi pasien BP/Umum, hanya saja saat itu adalah bukan hari Jumat sehingga kunjungan pasien tidak ramai.

Seorang ibu muda yang kira-kira berusia masih dibawah 20 tahun menggendong seorang bayi yang masih berusia sekitar 3 bulan. Bayi kecil yang digendong dengan jarik tersebut menangis terus sejak dia baru datang ke Puskesmas.

Awalnya biasa saja melihat pasien bayi yang terus menangis. Namun saat sampai di ruang KIA, ibu muda tersebut membuka gendongan dan mengatakan masalah yang terjadi pada si bayi. Benar-benar mengejutkan, seluruh tubuh bayi kecil yang ternyata masih berusia 2 bulan tersebut dipenuhi dengan koreng. Bidan yang saat itu melakukan pelayanan, bersikap biasa saja seolah itu hal yang lumrah terjadi.

Pada akhirnya bidan merujuk ke ruang BP/Umum untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dokter Dianing yang saat itu berjaga juga sempat terkejut melihat kasus yang tak biasa ini. Saya mulai berpikir kritis untuk menganalisa apa yang terjadi di lingkungan keluarga bayi. 

Berdasarkan keterangan si ibu bahwa ia selalu memandikan bayinya dua kali sehari setiap hari, begitu juga dengan riwayat kelahiran yang normal. Masalah kulit yang dialami putranya sudah sekitar dua mingg yang lalu. Awalnya hanya dikira sebagai bentuk biang keringat biasa, namun semakin lama semakin meluas dan akhirnya menjalar ke seluruh tubuh. Riwayat alergi makanan memang seharusnya tidak terjadi pada bayi yang masih berumur 2 bulan, sebab imunitasnya masih belum terlalu hipersensitif sehingga tidak mungkin terjadi riwayat alergi.

Pada akhirnya kami menyimpulkan bahwa kontaminasi bakteri terhadap air yang digunakan sanitasi keluarga bayi tersebut yang menjadi penyebab masalah penyakit pada bayi yang kulitnya masih sangat sensitif.

Menurut ibu bayi, memang dia menggunakan aliran air empang untuk mandi, mencuci, dan aktivitas sehari-hari. Membayangkannya saja saya samasekali tidak terpikir, belum selesai masalah mandi di sungai irigasi, sekarang malah dihadapkan dengan kasus sanitasi di empang. Bagaimana mungkin memandikan bayi dengan aliran air empang? 

Sejenak pikiran saya mulai terbuka pada banyak hal, mencoba menelusuri penyebab kejadian yang sangat memprihatinkan tersebut. Sebelum PN 1 datang ke daerah ini, hampir semua warga kecamatan Pakisjaya memiliki kebiasaan untuk MCK di sepanjang aliran sungai irigasi. Tidak sedikit masyarakat yang mengalami masalah kesehatan kulit, namun tidak sedikit juga masyarakat yang baik-baik saja dengan kata lain mereka malah merasa lebih nyaman dan  tidak mengalami masalah kesehatan apapun mandi di sungai.

Memang benar bahwa sanitasi mampu mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Kebiasaan yang tidak hygiene menyebabkan banyaknya kasus penyakit yang sulit ditemui di daerah kampung halaman saya, namun malah justru menjadi hal biasa saja di daerah ini. Beberapa penyakit yang disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap hygiene dan sanitasi, masih tinggi di daerah ini seperti; Tuberculosis, Filariasis, Demam Berdarah, dan berbagai penyakit kulit lainnya. Salah satunya adalah koreng.

(red: farah)

0 komentar:

Post a Comment